Mengalami moment manis dalam hidup? Tentu saja aku pernah.
Nggak harus se-so sweet film-film cinta-cintaan atau film korea.Momen manis bisa juga berupa hal kecil dan perhatian kecil yang menyentuh hati. Misalnya? Sesederhana ini....
Momen itu terlukis saat aku aku masih di Ende sebelum kepulanganku kembali ke Jawa, sekitar bulan Oktober 2012.
![]() |
Aku dan beberapa muridku |
"Wah, Ibu tinggal di sini sedikit lagi ya. Sampai bulan Desember...." kata murid-muridku seusai aku mengajar di kelas XII. Kata "sedikit" di ende berarti= sebentar. Kata "sebentar" di ende berarti= nanti.
"Ow..tida e.. Ibu pulang akhir Oktober, Nak..." kataku.
"Hahhh??? Kenapa bisa begitu Bu?? Sedikit lagi dong..." terdengar nada kecewa yang digumamkan seorang muridku.
Murid-murid yang lain sibuk menimpali...
"Ibu jangan pergi sebelum kami lulus..."
"Ibu mengajar di sini saja terus..."
"Kami ikut lah Bu...masuk ke koper ibu gitu..."
"Balik lagi ke Flores ya Bu...."
Kalau kalimat yang terakhir tadi aku menjawab : " Kamu saja yang kuliah atau kerja di Jawa, Nak."
Semenjak mereka mengetahui bahwa jadwal kepulanganku ke Jawa dipercepat, aku kerap mendengar kalimat bernada sama tiap aku masuk kelas : "Bu, Jangan pergi..."
Hmm...gimana nggak berat kalau gini :')
Saat jam istirahat tiba, seorang murid menghampiriku. Namanya Adelbertus, atau akrab disapa Ril. Siswa kelas XI IPA. Semangatnya begitu tinggi untuk bisa jadi orang sukses. Semangat itu terpancar dari binar matanya ketika saya menceritakan tentang kehidupan di Jawa. Sikapnya kritis dan sangat aktif di kelas, juga cukup humoris. Berbeda dengan temannya yang hampir semua berangkat sekolah dengan jalan kaki atau kendaraan umum, ia naik motor king yang telah dimodifikasi yang diberikan oleh ayahnya. Meskipun demikian, ia berasal dari keluarga yang sederhana dan memiliki banyak adik.
![]() |
ril, sapaan akrab dari adelbertus |
Dia memiliki cita-cita yang berbeda dari siswa kebanyakan. “Saya ingin jadi ilmuwan atau ahli di bidang geografi, Bu.” Katanya sambil tertawa lebar. Namun, cita-cita itu tidak membuatnya berminat ke jurusan IPS. “Kalau nanti masuk IPS, persaingannya di kelas kurang Bu. Jadi pilih masuk IPA saja, soalnya ada persaingannya di kelas. Jadi semangat belajar.” Begitu alasan yang dikemukakan oleh sang juara kelas ini.
“Ada nggak sih Bu, kuliah gratis? “
“Kelak, coba saja yang ikatan dinas Akademi Meteorologi dan Geofisika di Tangerang, Jakarta. Kalau kamu lolos, Ibu yakin kamu pasti suka kuliah di situ karena itu sesuai dengan minatmu.”
“.Mudah-mudahan Tuhan kasih saya bertemu dengan Ibu dan Pak Tri lagi. Saya mau kasih liat kalo saya sudah jadi orang sukses. Pasti Pak Tri dan Bu Ina bangga pernah punya murid seperti saya....”
Saya terharu. Banyak siswa di sini yang memiliki cita-cita dan semangat tinggi. Tetap semangat berjuang, Nak. Tuhan memberkatimu.
![]() |
mamak asuhku (kiri) mengantar aku (kanan) ke bandara ende |
Dan tibalah saat hari kepulanganku ke Jogja. Hari itu aku harus melewati 3 rute penerbangan : ende-kupang (merpati) , kupang-bali (garuda) dan bali-jogja (garuda). Mama asuhku mengantarkan Dian, Julia, Teh Erma dan aku sampai ke Bandara Ende. Bapak asuh tidak bisa ikut karena sedang dinas ke Kupang. Selama di Ende, mereka sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Anak-anak mamak sudah seperti adikku sendiri. Aku masih ingat saat aku sakit tipus, aku memilih ijin dari rutinitas mengajar dan pergi ke kota Ende untuk memulihkan kondisi. Aku beristirahat di rumah Bapak dan Mamak asuhku. Setiap pagi, mamak membuatkan bubur dari beras merah. Kalo orang sakit tipus kan ususnya rentan, tidak boleh mengkonsumsi makanan yang susah dicerna.
“Mamak buatkan taplak meja untuk kalian. Nanti sampai di Jawa dipakai ya. Ini mamak sendiri yang rajut....” kata Mamak sambil memberikan kenang-kenangan berupa taplak meja. Andai mamak tahu, sekarang taplak meja itu ada di meja ruang tamu rumahku! :-)
Nah, kalo di Bandara Ende kan jarak antara landasan dengan pagar sangat dekat. Hingga pesawat hendak lepas landas, aku masih bisa menyaksikan dari jendela pesawat kalau mamak dan adik-adik masih menunggu di pagar sambil mengusap sudut matanya. Sama seperti mamak, mataku juga berkaca-kaca. Karena terharu, aku lupa dengan pesan dari murid-muridku yang meminta agar aku membaca surat dari mereka di pesawat saja. Ah! Kini, sudah setahun lebih aku tak berjumpa. Semoga Allah senantiasa melindungi mamak dan bapak asuh di sana :-)